Sabtu, 04 Mei 2013

SEJARAH RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

   Provinsi Riau terbentuk tahun 1957 dengan Tanjung pinang sebagai ibukota sementara. Dikemudian hari ibukota Riau dipindah ke Pekanbaru. Tokoh yang menduduki jabatan gubernur Riau pertama adalah S.M. Amin.
Sejarah di Riau  terkait erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Sejumlah ahli sejarah berpendapat bahwa kerajaan ini berpusat di Palembang karena disana ditemukan prasasti peninggalan Sriwijaya. Beberapa ahli sejarah lain mengatakan bahwa puat Kerajaan Sriwijaya adalah di Muaratakus (Riau). Masa kajayaan Kerajaan Sriwijaya adalah antara abad ke 11 sampai abad ke 12. ketika itu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi eluruh wilayah Indonesia bagian barat dan seluruh Semenanjung Melayu.

Pasca keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, di Riau muncul beberapa kerajaan. Salah satu kerajaan besar adalah Kerajaan Malaka yang didirikan oleh Prameswara pada awal abad ke 14. Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada era pemerintahan Sultan Muhammad Iskandar Syah pada awal abad ke 15. Kejayaan Malaka ini tidak lepas dari peran panglima angkatan lautnya, yaitu, Laksamana Hang Tuah.
Kekuasaan Kerajaan Malaka berakhir tanggal 10 Agustus 1511. ketika itu, Ketika itu, Malaka ditaklukan oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Sultan Mahmud Syah I yang berhasil menyelamatkan diri dari gempuran Portugis kemudian membangun kerajaan baru di Bintan. Kerajaan Melayu ini mewarisi kekuasaan Kerajaan Malaka yang meliputi Kelantan, Perak, Trenggano, Pahang, Johor, Singapura, Bintan, Lingga, Inderagiri, Kampar, Siak, dan Rokan.
Setelah merasa kuat, Sultan Mahmud Syah I merencanakan untuk melancarkan serangan balasan terhadap Portugis di Malaka. Dia kemudian melancarkan serangan berturut-turut tahun 1515, 1516, 1519, 1523, dan 1524. namun semua serangan tersebut tidak berhail menggoyahkan pertahanan Portugis. Bahkan kemudian Portugis melancarkan serangan balasan tahun 1526 dan berhasil menguasai Bintan.
Sultan Mahmud Syah I meninggal dunia tahun 1528 di Pekantua. Posisinya digantikan oleh putranya, yaitu, Sultan Alauddin Riayat Syah II. Dia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam menyikapi penjajah. Pada masa kekuasaannya terjadi banyak peperangan melawan Portugis. Berbagai peperangan tersebut menelan korban jiwa yang tidak sedikit.
Selain itu, Kerajaan Melayu juga terlibat dalam beberapa kali pertempuran melawan Kerajaan Aceh. Hubungan anrata Melayu dan Aceh semakin memanas ketika Melayu menjalin kerjasama dengan Belanda untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Permusuhan antara kedua kerajaan tersebut berlangsung sampai Aceh mulai surut sepeninggal Sultan Iskandar Muda yang meninggal dunia tahun 1636.
Setelah itu, kekuatan Kerajaan Melayu terpusat untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Pada bulan Juni 1640, Kerajaan Melayu yang bekerjasama dengan Belanda melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis kalah pada bulan Januari 1641.
Hubungan baik Kerajaan Melayu dengan Belanda berlangsung sampai tahun 1784. Tanggal 30 Oktober 1784, Kerajaan Melayu diserang Belanda dan ditaklukkan. Kerajaan Melayu kemudian mengakui kekuasaan Belanda, mulailah era kolonialisme di Keranaan Melayu.
Sebagai mana daerah lain di Indonesia, di Riau terjadi berbagai perlawanan bersenjata terhadap kolonialisme. Perlawanan besar dilakukan rakyat di daerah Rokan di bawah pimpinan Tuanku Tambusai (1820-1839). Sebelum berjuang melawan Belanda di Rokan, Tuanku Tambusai berjuang dalam perang Padri, bersama-sama gurunya, yaitu, Tuanku Imam Bonjol. Namun tuanku Tambusai tidak berhasil menghancurkan kekuatan Belanda. Dia kemudian menyingkir ke Malaka dan menetap di daerah Seremban.
Selain tuanku Tambusai, masih banyak tokoh lain yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap kolonoalisme Belanda. Namun semua perlawanan tersebut dapat dipatahkan Belanda. Beberapa tokoh yang memimpin perlawanan rakyat adalah Panglima Besar Sulung yang memimpin perlawanan rakyat Retih tahun 1857, Datuk Tabano di Muara Mahat (1898), dan Sultan Zainal Abidin di Rokan (1901-1904). Setelah berbagai perlawanan tersebut dapat diredam, Belanda semakin menancapkan kekuatannya di Riau.
Awal abad ke 20 merupakan era munculnya semangat nasionalisme. Tahun 1916 berdiri Serikat Dagang Islam di Pekanbaru, didirikan oleh Haji Muhammad Amin. Tahun 1930 berdiri Serikat Islam di Rokan Kanan, didirikan oleh H.M. Arif. Setelah itu muncul beberapa organisasi lain seperti Muhammadiyah.
Tahun 1942, Jepang masuk dan menguasai daerah Riau. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin sengsara karena seluruh kegiatan rakyat ditujukan untuk mendukung peperangan yang sedang dilancarkan Jepang di seluruh Asia Pasifik. Hasil pertanian rakyat dirampas dan penduduk laki-laki banyak yang dijadikan romusha.
Kabar tentang proklamasi kemerdekaan sampai ke Riau tanggal 22 Agustus 1945, namun teks lengkapnya baru sampai ke Pekanbaru seminggu kemudian. Meskipun sudah mengatehui dengan pasti perihal kemerdekaan, namun rakyat Riau tidak berani langsung menyambutnya. Hal ini karena tentara Jepang masih lengkap dengan senjatanya dan belum adanya pelopor yang meneriakan kemerdekaan.  Baru pada tanggal 15 September 1945, para pemuda yang tergabung dalam Angkatan Muda PTT berinisiatif untuk menyuarakan kemerdekaan, sejak hari tiu, pekik kemerdekaan terdengan diseluruh pelosok Riau.
Di awal kemerdekaan, Riau tidak langsung menjadi provinsi, melainkan menjadi bagian dari provinsi Sumatera. Pada saat Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Riau menjadi bagian dari Sumatera Tengah. Baru pada tahun 1957, status Riau meningkat menjadi Provinsi.: Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar